Jejak Aturan Tapera di DPR yang Disetujui Semua Fraksi Kini Tuai Polemik

DPR telah menyepakati UU Tapera pada 2016 yang kini menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk mewajibkan warga menyisihkan 3 persen uang gajinya. Foto: Istimewa.
DPR telah menyepakati UU Tapera pada 2016 yang kini menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk mewajibkan warga menyisihkan 3 persen uang gajinya. Foto: Istimewa.

HALOSMI.COM – Rencana pemerintah untuk menarik iuran wajib kepada semua pekerja lewat program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai gelombang kritik publik karena dinilai sebagai kebijakan keliru di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang lesu.

Iuran wajib Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2024 tentang Perubahan Atas PP No. 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Aturan terbaru itu diteken Presiden Joko Widodo, pada 20 Mei 2024.

Aturan baru itu merevisi bahwa peserta iuran wajib Tapera kini bukan bukan hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.

Besaran total iuran yang wajib diberikan yakni sebesar 3 persen, masing-masing 2,5 persen bersumber atau diberikan oleh pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja.

PP Tapera merujuk atau didasarkan pada UU No. 4/2016 tentang Tapera. Didalamnya menyebutkan Tapera merupakan penyimpanan periodik peserta dalam jangka waktu tertentu, yang dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan dengan hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

UU Tapera disahkan dalam Rapat Paripurna pada 23 Februari 2016 dan disetujui semua fraksi. Bahkan, UU Tapera kala itu menjadi RUU inisiatif yang pertama diusulkan DPR pada periode 2014-2019.

“RUU Tapera ini adalah RUU inisiatif DPR yang pertama kali dalam periode 2014-2019 yang masuk dalam prolegnas yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah untuk diprioritaskan dalam tahun 2015,” kata Ketua Pansus RUU Tapera kala itu, Yoseph Umar Hadi dari Fraksi PDIP, dikutip dari CNN Indonesia, Rabu, 29 Mei 2024.

Dalam mekanisme sederhana, Yoseph menjelaskan UU Tapera hanya menyediakan payung hukum bagi pemerintah untuk mewajibkan setiap warga negara menabung sebagian dari penghasilannya.

Tabungan itu akan dikelola Bank Kustodian di bawah Badan Pengelola Tapera untuk dipupuk dan dimanfaatkan menjadi rumah murah dan layak.

Fraksi PKS di DPR, sebagai oposisi pemerintah kala itu bahkan secara khusus memuji pengesahan UU Tapera. Menurut mereka, UU Tapera akan menjadi solusi kebutuhan rumah yang kian meningkat.

“Fraksi PKS memandang bahwa RUU Tapera memiliki arti penting dan strategis untuk membuka akses kepemilikan rumah bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Abdul Hakim, pada Juni 2016.

“Nanti ada kewajiban menabung dari peserta sebesar 2,5 persen penghasilan dan kewajiban menabung bagi pemberi kerja 0,5 persen. Setiap peserta juga berhak mendapatkan pemanfaatan Dana Tapera yang di antaranya dapat digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah,” imbuhnya.

Pada PP Tapera yang diteken Jokowi, gaji pekerja bakal dipotong 3 persen untuk simpanan Tapera mulai Mei 2027.

Hal ini merujuk pada tenggat waktu yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.

“Pemberi Kerja untuk Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i mendaftarkan Pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini,” demikian bunyi Pasal 68 PP Tapera.

Adapun PP 25/2020 diteken Jokowi pada 20 Mei 2020. Artinya pendaftaran itu harus dilakukan pemberi kerja paling lambat pada 20 Mei 2027.

Rincian potongan 3 persen gaji dijelaskan di Pasal 15 ayat (2), di mana jumlah tersebut ditanggung bersama sebesar 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen dari pekerja.

Pemerintah telah menekankan aturan yang mengatur simpanan Tapera ini hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Namun gelombang kritik kadung meluas. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) bahkan menilai rencana iuran wajib Tapera justru hanya menjadi akal-akal pemerintah untuk kepentingan politik praktis.

“Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” kata Ketua Umum KASBI, Sunarno. (*)

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *