Perkara Dugaan Pelanggaran Kode Etik, MKMK Diminta Pecat Ketua MK Anwar Usman

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman. Foto: Humas MK.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman. Foto: Humas MK.

HALOSMI.COM – Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk memberikan sanksi berat kepada Ketua MK, Anwar Usman.

Perwakilan Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, menilai Anwar melanggar prinsip independen dan integritas dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.

Pernyataan itu Petrus sampaikan dalam sidang pemeriksaan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, Rabu 1 November 2023.

“Meminta kepada majelis kehormatan MKMK agar dalam persidangannya memutuskan dengan memberikan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat,” kata Petrus, dikutip dari CNN Indonesia.

Petrus menilai, Anwar sarat kepentingan dalam memutus perkara tersebut. Pasalnya, Anwar mempunyai hubungan kekerabatan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gibran Rakabuming Raka.

Saat itu, Gibran digadang-gadang akan menjadi cawapres dari Prabowo Subianto. Namun, terganjal oleh batas usia dalam UU Pemilu yang mengatur minimal 40 tahun. Sementara, Gibran masih berusia 36 tahun.

MK telah mengabulkan gugatan soal syarat batas usia capres-cawapres. MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun, atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.

Putusan itu membuka pintu bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra sulung Jokowi sekaligus keponakan Anwar yang belum berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024.

“Pemohon perkara 90, 91 itu secara tegas berbicara tentang bagaimana upaya uji materiil ini supaya Gibran putra Presiden Jokowi dan keponakan hakim terlapor bisa ikut kontestasi Pilpres 2024 sebagai capres-cawapres,” ungkapnya.

Akibat putusan perkara tersebut, kata Petrus, kepercayaan terhadap MK menjadi turun. Ia menilai MK sudah tidak merdeka dan berada pada titik nadir.

“Kemarin-kemarin kita dengar suara-suara masyarakat, suara di DPR, bahwa terkait perkara ini mereka melihat ada pelanggaran konstitusi, dimana MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman berada dalam posisi sudah tidak merdeka lagi, tidak mandiri lagi,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan kembali poin-poin aduan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Pertama, kata Jimly, pelapor mempermasalahkan hakim yang dinilai punya kepentingan tidak mengundurkan diri dalam memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.

Putusan itu dianggap sarat kepentingan lantaran membuka jalan mulus untuk anak sulung Jokowi maju sebagai cawapres dari KIM. Kemudian pelapor ke MKMK yaitu terkait substansi materi perkara yang sedang diperiksa dibicarakan di ruang publik.

Laporan pelanggaran kode etik Anwar dkk ini bermula ketika, para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu soal batas usia capres-cawapres.

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman merespons soal desakan publik agar mundur dari jabatannya. Anwar dengan enteng mengatakan jabatan ditentukan oleh Allah.

“Yang menentukan jabatan milik Allah Yang Maha Kuasa,” kata Anwar, usai sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik di Gedung MK, Senin 31 Oktober 2023.

Anwar menganggap dirinya tak perlu mundur terkait putusan tentang syarat batas usia capres-cawapres. Menurutnya, MK merupakan pengadilan norma, sehingga dia tak perlu untuk mengundurkan diri.

Anwar juga membantah melobi hakim konstitusi lainnya agar mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. (*)

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *