3 Hakim Konstitusi Rekomendasi Pemilu Ulang di Beberapa Daerah Dalam Dissenting Opinion

Hakim Konstitusi Said Isra Membacakan Dissenting Opinion atau Pendapat Berbeda 3 Hakim Konstitusi dalam Sidang Putusan Gugatan Sengketa Pilpres 2024 (Sumber : Istinewa)
Hakim Konstitusi Said Isra Membacakan Dissenting Opinion atau Pendapat Berbeda 3 Hakim Konstitusi dalam Sidang Putusan Gugatan Sengketa Pilpres 2024 (Sumber : Istinewa)

HALOSMI.COM – 3 hakim konstitusi yaitu Said Isra, Enny Nurbanungsih dan Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Hakim MK, Saldi Isra, mengatakan pemilu yang jujur dan adil sebagai bagian asas atau prinsip fundamental pemilu diatur dalam UUD 1945.

Dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, mengatur asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan berkala setiap lima tahun sekali.

Namun, yang juga penting, menurut Saldi, pemilu perlu mencakup aspek kesetaraan hak antarwaga negara dan kontestasi yang bebas serta harus berada dalam level yang sama (same level of playing field).

Dengan demikian, sambungnya, persaingan yang bebas dan adil antarpeserta dimaknai sebagai suatu kontestasi yang harus dimulai dan berada pada titik awal dengan level yang sama.

Dengan demikian, sambungnya, persaingan yang bebas dan adil antarpeserta dimaknai sebagai suatu kontestasi yang harus dimulai dan berada pada titik awal dengan level yang sama.

“Tidak hanya itu, dalam kontestasi persaingan yang adil dan jujur dipahami pula sebagai upaya menempatkan hak pilih warga negara sebagai hak konstitusional yang harus dihormati secara setara tanpa adanya sikap dan tindakan curang di dalamnya,” kata Said dalam penyampaian dissenting opinion hakim konstitusi.

Akan tetapi menurut Saldi Isra, asas jujur dan adil tidak bisa berhenti pada batas keadilan prosedural semata.

“Jujur dan adil dalam norma konstitusi tersebut menghendaki sebuah keadilan substantif. Bilamana hanya sebatas keadilan prosedural, asas pemilu jujur dan adil dalam UUD 1945 tidak akan pernah hadir,” ungkap Said.

Dia berargumen, pemilu di masa Orde Baru berjalan memenuhi segala prosedural yang ada, namun secara empirik pemilu Orde Baru tetap dinilai curang karena secara substansial pelaksanaan pemilunya berjalan dengan tidak adil – baik karena faktor pemihakan pemerintah pada salah satu kontestan pemilu, maupun faktor praktik penyelenggaraan pemilu yang tidak memberi ruang kontestasi yang adil bagi semua kontestan pemilu.

Dalam dissenting opinion, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih menyebut seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah.(*)

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *