Kurikulum Merdeka Tak Layak Jadi Kurnas, Harus Dievaluasi Total!

HALOSMI.COM- Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) menilai Kurikulum Merdeka tak layak jadi Kurnas (Kurikulum Nasional), harus dievaluasi total atau menyeluruh.

“Kurikulum Merdeka belum layak menjadi Kurikulum Resmi Nasional. Hal yang paling esensial yang harusnya ada dalam kurikulum resmi, malah belum ada, yakni kerangka kurikulumnya,” kata Dhitta Puti Sarasvati, Direktur Eksekutif Bajik.

Menurutnya, Kurikulum Resmi Nasional apapun harus berdasarkan filosofi pendidikan dan kerangka konseptual yang jelas.

Filosofi pendidikan dan kerangka konseptual ini harus tertuang di dalam naskah akademik.

Di Naskah Akademik juga perlu dijelaskan berbagai argumen-argumen lain mengenai dasar-dasar pemikiran terkait kurikulum merdeka.

Kurikulum resmi biasanya terdiri atas beberapa komponen. Misalnya filosofi kurikulum (melingkupi tujuan kurikulum dan prinsip-prinsip dasar kurikulum) , kerangka kurikulum (secara keseluruhan), dan bidang studi.

Setiap bidang studi harus ada tujuan (lintas kelas), kerangka bidang studi, dan tujuan pembelajaran umum (di dalam Kurikulum Merdeka disebut capaian pembelajaran) yang biasanya mencakup tujuan pembelajaran dalam 1 atau 2 tahun, dan tujuan pembelajaran instruksional yang menjadi acuan dalam perancangan kegiatan harian.

Kurikulum Merdeka baru dalam tahap uji coba dan sebagai kurikulum operasional saja. Kurikulum Merdeka belum lengkap.

Kurikulum ini baru memiliki dokumen Capaian Pembelajaran (CP), buku teks, dan beberapa panduan seperti panduan pengembangan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), panduan Penguatan Profil Pelajar Pancasila, dan beberapa lainnya.

Bajik selaku organisasi nirlaba, sudah membandingkan capaian pembelajaran (CP) Kurikulum Merdeka dengan beberapa tujuan pembelajaran umum dalam kurikulum lain.

Di dalam kurikulum Merdeka disediakan Capaian Pembelajaran (CP) yang pada dasarnya sama dengan apa yang disebut dengan tujuan pembelajaran umum, yaitu berupa tujuan pembelajaran yang perlu dicapai siswa dalam waktu dua tahun (setiap fase).

“Agak aneh mengapa Kurikulum Merdeka tidak menyediakan tujuan pembelajaran instruksional [di kurikulum Merdeka disebut Tujuan Pembelajaran]. Di dalam Kurikulum Merdeka, guru harus mendefinisikan sendiri tujuan pembelajarannya (TP),” ucap Puti.

Menurut kajian Bajik, masih ada pertanyaan apa alasan Kurikulum Merdeka tidak menyediakan Tujuan Pembelajaran Instruksional. Di beberapa kurikulum sejumlah negara, tujuan instruksional ini didefinisikan secara jelas.

Ia lantas mencontohkan kurikulum Ontario, Australia, Singapura, dan Hongkong. Bukan sebagai kebenaran mutlak yang harus diikuti guru tetapi sebagai acuan saja.

Guru dapat menggunakannya untuk merancang asesmen dan kegiatan pembelajaran.

Melihat kondisi Kurikulum Merdeka masih belum lengkap, Kemdikbud Ristek, dan Dikti tidak memaksakan kurikulum operasional itu sebagai kurikulum nasional.

“Kalau hanya sekadar digunakan, Kurikulum Merdeka bisa saja digunakan. Namun sebagai kurikulum resmi nasional, Kurikulum Merdeka perlu banyak penyempurnaan,” katanya.

Atas dasar itu, lanjut Puti, pihaknya mendesak agar Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total, diperbaiki, dan bahkan apabila memungkinkan harus dipetakan dan didefinisikan kembali pada beberapa detail dalam kurikulum tersebut.

Puti menyebutkan, hal esensial lain yang juga perlu diingat bahwa pemerintah perlu serius dalam mempersiapkan sekolah dan semua guru agar siap memahami, menginterpretasi, dan mengkritisi kurikulum resmi apapun sehingga bisa menjadi dasar dalam merancang kurikulum operasionalnya sendiri sesuai konteks dan kebutuhan sekolah maupun kelasnya.

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *