Ragam  

Sukabumi Kota Toleran, Gusdurian Beri Catatan

Koordinator Komunitas Gusdurian Sukabumi Raya, Herlan Heryadie.
Koordinator Komunitas Gusdurian Sukabumi Raya, Herlan Heryadie.

HALOSMI.COM – Kota Sukabumi kembali menorehkan prestasi yang cukup membanggakan. Setara Institute for Democracy and Peace, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus dalam melakukan advokasi maupun penelitian mengenai demokrasi, kesetaraan, kebebasan sipil dan hak asasi manusia, telah mendaulat Kota Sukabumi sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia.

Setara Institute merilis 10 kota dengan skor Indeks Kota Toleran tertinggi di Indonesia tahun 2022. 10 besar itu adalah yang memiliki skor akhir Indeks Kota Toleran tertinggi dari 94 kota di Indonesia.

Secara berurutan berdasarkan skor tertinggi, 10 kota tersebut adalah: Singkawang (Kalimantan Barat), Salatiga (Jawa Tengah), Bekasi (Jawa Barat), Surakarta (Jawa Tengah), Kediri (Jawa Timur), Sukabumi (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Manado (Sulawesi Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Magelang (Jawa Tengah).

Kota Sukabumi berada pada peringkat keenam dengan skor akhir Indeks Kota Toleran sebesar 5,810. Kami, Gusdurian, mencatat bahwa Kota Sukabumi bukan kali ini saja mendapat penghargaan sebagai kota toleran.

Dua tahun lalu Kota Sukabumi juga mendapat predikat yang sama dengan skor 5,546. Sayangnya, di tahun berikutnya Kota Sukabumi harus terlempar dari 10 besar kota toleran dan hanya berada di peringkat 12. Baru pada tahun 2022, prestasi itu kembali meningkat dan kenaikan skornya pun cukup signifikan.

Dalam berbagai referensi, kami, Gusdurian mencatat bahwa Setara Institute telah meriset dan menetapkan beberapa variabel penilaian yang tak main-main. Misalnya variabel regulasi seperti RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya. Lalu tindakan pemerintah yang terdiri dari pernyataan pejabat publik.

Selanjutnya regulasi sosial dengan indikator peristiwa intoleransi serta dinamika masyarakat sipil. Selain itu variabel demografi agama dengan indikator heteregonitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan.

Dalam beberapa momentum, Pemerintah Kota Sukabumi secara konsisten sudah menunjukkan bahwa predikat kota toleran itu bukan hanya sekadar titel kosong. Bukti nyatanya sudah jelas terlihat. Tapi, apakah itu saja cukup? Melihat realitas yang terjadi di lapangan, nampaknya masih perlu sedikit catatan.

Masih perlu ‘penyelaman’ lebih dalam mengenai fenomena yang terjadi di masyarakat, mencari struktur penyebab, hingga menggali mental model suatu kalangan masyarakat. Maka kami, komunitas Gusdurian Sukabumi Raya memandang perlu ada beberapa catatan.

Pertama, di Kota Sukabumi ini kami rasa belum ada forum-forum besar seperti workshop, seminar, simposium, atau kegiatan lainnya yang mempertemukan antar pemuda lintas agama dan lintas iman, yang diinisiasi oleh pemerintah itu sendiri. Kebanyakan forum-forum itu digagas atau diinisiasi oleh komunitas-komunitas atau organisasi masyarakat sipil non-pemerintah.

Padahal, forum-forum pertemuan antar pemuda lintas agama dan lintas iman membawa dampak yang cukup besar. Bisa menjadi ajang memupuk rasa toleran, rasa saling menghormati dan menghargai. Akan semakin guyub lagi jika bisa saling bertukar canda dan guyonan tanpa harus merasa tersinggung.

Kedua, belum ada juga forum besar yang mempertemukan tokoh-tokoh lintas agama yang membicarakan tentang gagasan toleransi, kebangsaan, kemajemukan, keberagaman dan kebhinekaan. Hemat kami, para tokoh ini yang menjadi kunci keutuhan keberagaman dan kemajemukan di Kota Sukabumi. Hanya selama ini belum ada momentum di mana para tokoh lintas agama dan lintas iman ini dirembukkan dalam satu forum oleh pemerintah.

Ketiga, di acara-acara besar belum terlihat keterlibatan lintas agama dan lintas iman. Dalam setiap menutup acara dengan doa saja, di acara-acara besar pemerintah lebih sering ditutup oleh doa satu agama untuk semua. Kami memahami bahwa inklusifitas belum bisa diwujudkan tatkala masih ada satu orang atau satu kelompok yang tidak dominan cenderung memilih untuk pasif, tidak muncul, karena tak ingin menimbulkan kegaduhan.

Memelihara keberagaman dan kemajemukan adalah keniscayaan. Satu sisi kami mafhum, masih ada kelompok dominan yang masih tabu pada perbedaan. Salah satu sebabnya karena sangat jarang, atau bahkan tidak pernah sama sekali membuka ruang interaksi dan komunikasi dengan orang yang berbeda aliran dan berbeda agama. Namun di sisi lain, menjaga kerukunan adalah tugas kita semua. Memang siapa sih yang tidak mau hidup rukun?

Mengutip kalimat Mendiang Gusdur, “Semakin Tinggi Keimanan Seseorang, Semakin Besar Rasa Toleransinya”. Maka sudah sewajarny kita memupuk jiwa toleransi.

Herlan Heryadie | Koordinator Komunitas Gusdurian Sukabumi Raya

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *