BNPB Sebut Indonesia Miliki Potensi Risiko Bencana Paling Tinggi

Dokumentasi Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara kembali meletus.FOTO: Istimewa
Dokumentasi Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara kembali meletus.FOTO: Istimewa

HALOSMI.COM – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara dari 35 negara di dunia yang memiliki potensi risiko bencana paling tinggi.

“Memang Indonesia ini terkenal dengan negara yang potensi bencananya sangat tinggi,” kata Suharyanto dikutip dari laman Antara, Jumat 12 Januari 2024.

Suharyanto menyebutkan sepanjang 2020 sampai 2023, Indonesia mengalami ribuan kali bencana, seperti pada 2023, mencapai 4.940 kali bencana, sedangkan pada 2020-2021 sebanyak 6.000 kali bencana.

Baca Juga: 185 Bencana Alam Terjadi di Kota Sukabumi Selama 2023, Didominasi Cuaca Ekstrem

Untuk kejadian bencana 2023 yang mencapai 4.940 kali itu didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem.

Meski kejadian bencana di Indonesia terus meningkat, dampaknya tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah kejadian.

Sebagai contoh, untuk rumah rusak terdapat penurunan, yaitu pada 2021 sebanyak 158.659 rumah, pada 2022 sebanyak 95.403 rumah, dan pada 2023 menurun lagi meski intensitas kejadian bencana semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Selain itu, Jawa Barat juga merupakan daerah yang paling sering ditimpa bencana, namun rumah yang paling banyak rusak justru terdapat di Nusa Tenggara meski kejadian di daerah tersebut sedikit.

Hal itu terjadi karena pada 2022-2023, bencana di Nusa Tenggara bukan berupa banjir dan longsor, melainkan bencana siklon tropis.

Kemudian, terkait jumlah orang yang meninggal atau hilang, pada 2022 jumlahnya tinggi, karena saat itu terdapat gempa Cianjur yang menelan korban jiwa sebanyak 602 orang, pada 2023 turun, karena tidak ada bencana yang sangat signifikan hingga mengakibatkan orang yang meninggal banyak.

“Ini tentu saja kejadiannya fluktuatif. Kita tidak bisa melihat dari jumlah kejadian bencananya. Meskipun kejadiannya meningkat, tetapi dampaknya tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah kejadian,” kata Suharyanto.

Sumber: Antara

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News