Nah Loh! Syarat Minimal Usia Calon Kepala Daerah Digugat ke MK

HALOSMI.COM – Syarat minimal usia Calon Kepala Daerah (Cakada) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University Anthony Lee.

Permohonan uji materil Pasal 7 Undang-Undang No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu telah dilayangkan oleh mereka pada 11 Juni 2024. Hal itu telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono.

“Benar sudah diterima (permohonannya) pada 11 Juni,” kata Fajar, dikutip dari CNN Indonesia, Rabu, 19 Juni 2024.

Pasal 7 dalam UU No. 10/2016 yang dimohonkan uji materiil itu berbunyi:

“Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (f). berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, serta 25 (dua puluh lima) untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;” ujarnya.

Dalam permohonannya, Fahrur dan Anthony ingin MK mempertegas titik waktu syarat minimal usia itu diterapkan.

Pasalnya, Mahakamah Agung (MA) belum lama ini mengeluarkan putusan agar KPU mengubah aturan terkait syarat minimal usia cakada dalam Peraturan KPU.

MA memerintahkan KPU agar syarat usia itu berlaku terhitung saat pelantikan, bukan saat pencalonan.

Sebaliknya, dalam gugatan ke MK, dua mahasiswa ini ingin aturan syarat minimal usia cakada dihitung saat tahapan pencalonan, bukan saat pelantikan. Namun, Pasal 7 dalam UU Pilkada tidak mengaturnya.

Mereka menilai Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 bertentangan dengan original intent (maksud tekstual/asli) UU No. 10/2016 Tentang Pilkada.

“Yang mana maksud dari Pasal 7 huruf e yang memuat ketentuan usia bagi calon kepala daerah adalah untuk calon yang akan berkontestasi, bukan untuk calon yang akan dilantik karena memenangkan Pilkada,” jelas mereka dalam permohonannya.

Selain itu, mereka menilai Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 telah menggeser posisi MA dari negative norm (pembatal norma) menjadi positive norm (pembuat norma) yang secara kelembagaan bukanlah kewenangan MA, melainkan kewenangan pembuat legislatif.

Menurut mereka, keberadaan dua tasir yang berbeda terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 10/2016 telah melanggar hak pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

“Terjadinya pertentangan antara substansi pasal Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 10/2016 pasca adanya putusan Nomor 23 P/HUM/2024 nyata-nyata mengandung inskonsistensi yang melahirkan interpretasi ganda, dan menyebabkan keragu-raguan dalam pelaksanaannya,” ucap mereka.

Sebelumnya, putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 menuai banyak kritik. Putusan MA ini mendapat sorotan lantaran dianggap replika dari Putusan MK No. 90/2023 tentang syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden.

Jika putusan MK dianggap mempermulus jalan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Gibran Rakabuming Raka untuk mendaftar cawapres di Pilpres 2024. Putusan MA kali ini juga diduga untuk mempermulus jalan satu lagi anak Jokowi yakni Kaesang Pangarep yang digadang-gadang akan maju di Pilkada 2024.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menegaskan jika Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 terkait aturan batas minimal usia calada tidak wajib diterapkan pada 2024.

Herdiansyah menjelaskan Putusan MA yang mengubah norma dalam PKPU No. 9/2020 itu bertentangan dengan UU Pilkada yang menjadi aturan payungnya. (*)

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *