Film  

Film Vina adalah Bukti Bahwa Hukum Indonesia Tumpul ke Atas Tajam ke Bawah

HALOSMI.COM- Film Vina: Sebelum 7 Hari akan Tayang Besok di seluruh Bioskop Indonesia cerita yang di angkat dari kisah nyata pembuatan filmnya pun sangat di tata sedemikian rupa mirip dengan aslinya, dan benar film Vina ini menjadi bukti bahwa hukum tumpul ke atas tajam ke bawah.

Kisah ini cukup populer pada masanya, sebab arwah korban yang merupakan gadis di bawah umur, mengungkap kasus ini via perantara, dengan memasuki tubuh sahabatnya.

Karakter-karakter yang ada di film pun sesuai dengan aslinya. Meski cerita yang ditampilkan agak sedikit berbeda dengan versi aslinya, film ini sama sekali nggak mengubah konteks yang disampaikan.

Baik Vina versi asli maupun versi filmnya, keduanya merupakan korban dari kejinya kriminalitas geng motor.

Usut punya usut, dalang di balik penganiayaan ini merupakan seorang anak polisi Brutal! Nggak cuma jadi korban pembunuhan, sebelum ajalnya, Vina pun sempat diperkosa ramai-ramai, digilir setelah dipukul dengan benda tumpul berkali-kali.

Barulah mendekati ajalnya, Vina dibawa ke jalan layang dan digeletakan di pinggiran seolah-olah jadi korban kecelakaan. Vina nggak sendirian, dalam filmnya, orang yang menjemputnya juga jadi korban kekerasan.

Sedangkan, versi aslinya, korban dari penganiayaan geng motor tersebut, yakni dirinya dan sang kekasih, Rizky.

Sang nenek (Lydia Kandou) curiga karena tubuh cucunya remuk tak wajar, namun nggak punya bukti yang cukup buat membuktikan kebenaran dari kematian cucunya. Sebelum 7 hari usai kematiannya, Vina merasuki tubuh sahabatnya, Linda (Gisellma Firmansyah) demi ungkapkan kebenaran.

Sama halnya seperti film horror kebanyakan, Vina diceritakan jadi arwah gentayangan karena urusannya yang belum selesai.

Dengan alur maju-mundur, penonton dapat dengan mudah memahami kasus penganiayaan ini. Tentunya, film ini sukses membuat penonton terhanyut ke dalam cerita dan turut merasakan penderitaan Vina.

Tapi, agaknya, penyampaian cerita dibuat terlalu bertele-tele. Nggak membuat bosan sih, tapi ada beberapa adegan yang seharusnya bisa ditiadakan.

Contohnya, jumpscare. Meski kemunculannya minim, jumpscare yang hadir kesannya terlalu memaksakan, bahkan nggak sedikit juga mudah ditebak.

Pengulangan adegan dalam film ini juga terasa berlebihan. Sebenarnya, film ini potensial jadi film terbaiknya Anggy Umbara, kalau fokusnya diubah jadi Mystery Thriller alih-alih jadiin horror kebanyakan.

Lebih cocok jika film ini jadi sajian investigasi mengungkap kasus yang sampai hari ini belum terselesaikan didukung dengan suguhan thriller pembunuhan eksplisit dan bikin ngilu.

Di balik kekurangannya, film ini bisa menyampaikan pesan moral yang cukup pada penontonnya. Lewat film ini, kita bakal melihat contoh penerapan hukum yang tumpul ke atas, tajam ke bawah.

“Di Indonesia tuh hukum belum berjalan semestinya. Yang ingin disampaikan lewat film ini, yuk sama-sama build awareness. Kita stop sampe di sini, jangan ada Vina lainnya. Yang kita mau sampaikan terutama ke pemerintah, pihak berwenang yang lain, ayo sama-sama kita tegakkan hukum. Jangan tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah,” ujar Anggy Umbara selaku sutradara film Vina: Sebelum 7 Hari saat press screening film pada Senin 6 Mei 2024.

Dirinya juga berharap, film ini nggak hanya jadi tontonan saja, tetapi juga jadi sarana untuk memberi doa bagi Vina, dan membuka mata bagi hukum yang ada di Indonesia.

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari halosmi.com di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *